BUMERANG MAYA DI ERA DIGITAL JILID II

BONDOWOSO.Opini,KABARDAERAH.COM-Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan saya dengan judul yang sama di media berita online kabardaerah.com, edisi 6/1/2018, memperhatikan saran dari banyak pembaca bahwa, tulisan dengan judul ini harus bahas lagi, karena adaya bentuk keprihatinan dari beberapa pembaca tentang banyaknya pelanggAran terhadap UU ITE oleh banyak kalangan yang masih belum memahami secara utuh tentang interaksi dengan dunia digital dan transaksi elektronik.

Saya (penulis) berpikiran mistik terhadap beberapa Undang-undang yang di terapkan di Indonesia, selain UU tentag Tindak Pidana Korupsi dan UU Lalulitas, UU ITE juga merupakan UU  yang paling keramat, kerena apa? ketiga UU itu merupakan UU terbaru setelah masa reformasi yang banyak menjerat orang dalam kursi pesakitan kerena pelanggran, jangan-jangan UU itu hari pengesahannya tepat secara Primbon, sehingga menjadikan UU itu paling sakti saat ini, sepertinya MURI perlu membuat daftar catatan beberapa UU yang paling banyak menjerat  tindak pelanggarannya kemudian diberi piagam pengahargaan dan ditulis di dalamya “Undang-undang Paling Keramat”, tentu catatan ini adalah bentuk keprihatinan penulis sendiri dan banyak kalangan, mengingat banyaknya kasus hukum yang menjadi sorotan di masyarakat, terutamanya kasus pelanggaran UU ITE.

Akhir-akhir ini banyak kasus yang menjerat bagi pengguna media digital elektronik, utamanya telpon pintar (Smart Phone) yaitu penyalahgunaan media sosial seperti facebook, tweter, instagram, whatsapp dan lain sebagainya, seperti kasus yang menjerat anak muda asal Situbondo yang mana telah dianggap melecehkan pengasuh Ponpes Salafiyah Syafi’iyah kiai Azaim, tentang komentarnya di facebook menuduh kiai media sosial. Selain itu kasus pelanggaran UU ITE yang mejadi sorotan Nasional seperti yang menjerat Buniyani dan Jonru Ginting.

Sejak UU ITE itu diterbitkan sepuluh tahun silam (tahun 2008), puluhan orang telah diperkarakan atas dasar UU tersebut, dengan tuduhan pencemaran nama baik melalui internet. Sebagian dari mereka lolos dari dakwaan, sementara lainnya harus meringkuk di penjara karena vonis bersalah.

Kasus Prita Mulyasari adalah salah satu yang menyita atensi publik. Ia merinci Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra, Tangerang, Banten, 2009 silam. Prita dipersoalkan karena mengirim surat elektronik berisi isi rumah sakit ke rekannya. Saat proses hukum bergulir, ibu rumah tangga itu ditahan di Lapas Wanita Tangerang. Di tingkat pertama, hakim lepas Prita dari dakwaan pencemaran nama baik yang dimaksud pasal 27 ayat (3) UU ITE. Namun kasus itu terus berlanjut. Di tingkat kasasi, hakim memvonis bebas Prita. Ia dipidana enam bulan penjara. Tahun 2012, kasus Prita pun berakhir. Mahkamah Agung menyatakan Prita tak bersalah. RS Omni tidak hanya bisa memperkarakan dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Prita Mulyasari ke jalur pidana, tapi juga perdata. Hal itu memunculkan gerakan publik bertajuk ‘Koin Peduli Prita‘.

Melihat beberapa kasus yang naik daun secara popularitasnya ditingkat nasional atas pelanggaran UU ITE, fungsi negatif dari  sarana media sosial  telah banyak memakan korban, sebetulnya bukan medianya yang salah, tapi yang menggunakan yang salah, seperti halnya Uang, akan bermanfaat baik apabila digunakan dengan cara yang baik, dan akan menjadi musibah kepada diri kita jika di gunakan pada hal tidak baik. Teringat pada pepatah lama mengatakan “Mulutmu Harimau-Mu” sekarang mungkin bisa dikatakan berubah berbunyi “Jarimu Harimau-Mu”, dengan amal perbuatan jari dapat mengakibatkan hukuman kepada diri kita sendiri, sepertinya tentang cerita siksa kubur akan berlaku juga di dunia, diceriatakan dalam siksa kubur nanti, mulut manusia akan ditutup, yang akan bersaksi adalah tagan dan kaki dan semua organ yang mengalami perbuatan, di dunia kesaksian jari kita telah kita rasakan atas kejahatan memegang smart phone dengan cara negatif yaitu mencemarkan nama baik oran atau institusi atau juga membuat berita hoax dan fitnah, yang berakibat pada penjara.

Sekali lagi perlu adanya rasa bijak dalam menggunakan alat elektronik yang kita miliki, bukan bermaksud menggurui, saya juga pengguna aktif media sosial, saya punya fecebook pribadi, dan twiter, juga email, namun semua akun saya itu diergunakan untuk berbagi tulisan kepada halayak, bahkan seperti email dan whatsapp saya gunakan untuk mengirim file tulisan ke beberapa redaksi media berita agar bisa memuat tulisan saya yang bisa bermanfaat kepada seluruh pembaca, contonya adalah tulisan ini saya buat merupakan manfaat besar yang saya peroleh dari adanya media sosial, sesungguhnya peran media sangat besar terhadap kehidupan masyarakat, jika kita menggunakannya dengan cara positif justru akan mendapatkan penghasilan besar kepada diri kita dengan bisnis online misalnya, bukan sebalikya digunakan dengan cara  negatif, sehingga akan menjadikan Bomerang kepada diri kita, senjata makan tuan jadinya.

Jaman digital menuntut manusia memiliki keterbukaan dalam segi informasi dan ilmu pengetahun, namun keterbukaan itu ada batasnya, bukan karena tujuan digital adalah membuka hal yang kita  tidak ketahui dengan teknologi, malah digunakan sebagai membuka aib orang lain atau sengaja membuka aurat orang dengan editing animasi foto atau video lalu di upload ke medsos. Sekali lagi saya bukan bermaksud pamer kepada pembaca, saya bisa juga operasikan program photoshop dan coreldraw dengan membuat animasi foto, namun saya gunakan untuk membuka studio editing foto, yang kemudian menghasilkan uang dan bisa menambah penghasilan keluarga, lagi-lagi itulah manfaat positif dari keberadaan media digital.

Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik masih akan terus menjadi instrumen hukum yang menakutkan, terutama menjelang kontestasi politik. Lembaga Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) memperkirakan pelaporan pelanggaran pasal 27 ayat (3) tentang penghinaan dan pencemaran nama baik lewat media elektronik bakal melonjak saat masa pilkada serentak 2018 mendatang hingga pemilu 2019.

Namun bagi saya UU ITE bukanlah sebuah hal yang menakutkan, dan saya sendiri tidak merasa takut akan adanya UU ITE tersebut, justru bagi saya merasa bebas dengan adanya UU tersebut, karena dengan adanya UU itu kita merasa dilindungi oleh Negara dan diberi batasan yang legal dalam berekspresi dan berkarya untuk bangsa dan negara yang kita citai ini.

Kembali pada pesoalan pelanggaran UU ITE, saya teringat peristiwa JADUL (Jaman Dahulu), jika dahulu orang melakukan fitnah atau ghibah (membicarakan keburukan orang lain) atau istilah sekarang menyebutnya hoax, dilakukan oleh ibu-ibu kampung dengan cara ngerumpi sambil mencari kutu rambut didepan rumah, namun sakarang mungkin karena kutu rambut sudah tiada berkat adanya shampoo yang ampuh membasmi kutu rambut, maka smart phone yang jadi media ngrumpi orang lain.

Dalam Agama Islam memang sejak lama memberikan batasan kita untuk senantiasa  berbiacara hal kebaikan, seperti yang tercantum dalam ayat berikut :

“Hai orang-orang beriman, apabila kamu Mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan berbuat durhaka kepada rasul. dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan”. (Qs. Almujadilah, 58: 9)

Konteks sekarang saya memaknai pembicaraan rahasia yang dimaksud Al-Qur’an itu bisa  dapat berupa media digital elektronik / media sosial, karena penggunaan media digital elektronik justru di gunakan ditempat yang tersebunyi, seperti di kamar atau ruang pribadi, tidak mungkin orang membuat status media sosial dilakukan didepan umum dan di pamerkan ke orang lain. Yang  jadi kelucuan kita  adalah, orang membuat status media sosial ditempat sembunyi, tapi dia tidak sadar bahwa, status itu dibaca oleh orang banyak di media sosial, aneh bukan? Niatnya sembunyi tapi di pamerkan depan umum dengan memajang dinding status di media sosial, itu sangat menyita waktu, sama halnya dengan anak saya yang suka main petak umpet, mukanya ditutupi dengan kain penutup, tapi kakinya terlihat, lalu bilang kepada saya ayo bapak cari aku, lah saya tertawa saja, namanya anak-anak, sama halnya orang berbuat negatif di media sosial apa mungkin dia punya pikiran seperti anak saya tadi ya?

Sekali lagi saya ulangi dalam tulisan ini, perlu adanya kedewasaan berpikir dan berbuat dalam menggunakan media digital elektronik, bijak dalam bermedia sosial. Mungkin tulisan ini bukanlah sesuatu yang bersifat efektif dan efisien serta praktis memberikan peringatan kepada halayak ramai, namun tulisan ini merupakan upaya minimal yang saya tempuh dalam memberikan wawasan akan pentingnya bijak dalam menggunakan media sosial, jika benar maka ikutilah, jika salah abaikanlah semua yang ada dalam tulisan ini, namun dalam niatan penulis ini adalah langkah positif yang dapat menjadi sarana meminimaliris angka pelanggaran UU ITE ke depannya, mungkin jika kita membaca dan memahami UU ITE sampai tuntas memerlukan waktu dan memerlukan ilmu hukum yang mumpuni, namun dalam tulisan ini saya menyampikan bahwa, intinya yang dapat dijerat oleh hukum itu sesuatu yang dapat merugikan institusi atau orang lain dan merugikan diri sendiri, sama persis dengan apa yang tercantum dalam kutipan ayat Al-Qur’an diatas ”…apabila kamu Mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan berbuat durhaka kepada rasul…”(Qs. Almujadilah, 58: 9).  Kalau kita menggunakan media digital elektronik secara positif, maka tidak akan menjadi bumerang pada diri kita, justru akan mendatangkan manfaat kepada diri kita sendiri. Kemudian saya tutup tulisan ini dengan kutipan ayat Al-Qur’an, Allah berfirman “…dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (Qs. Almujadilah, 58: 9). Semoga manfaat. Amin

 

Profil Penulis : Ayopri Al Jufri

  1. Alumni STAIN Jember (IAIN Sekarang)
  2. Pembina YAYASAN ISLAM NUSANTARA BERKEMAJUAN, Sekretariat Dusun Sletreng RT 04 / RW 02, Desa Kupang, Curahdami, Bondowoso
  1. Pengawas di Yayasan Yatim Piatu dan Duafa AZ-ZAHRO, Locare Bondowoso
  2. Anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Adikara Pancasila Indonesia (API) Bondowoso
  3. Anggota ANSOR Bondowoso

Tinggalkan Balasan