Silvia Yuwana Arbis, Mahasiswi Jurusan Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Hukum dan Jalan Kelam Remaja Narkoba
Oleh: Silvia Yuwana Arbis, jurusan Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), prevalensi penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja semakin meningkat. Laporan BNN pada tahun 2022 mencatat bahwa sekitar 2,3 juta pengguna narkoba di Indonesia adalah remaja berusia 15-24 tahun.
Angka ini mencerminkan betapa rentannya kelompok usia tersebut terhadap godaan narkoba, terutama jenis seperti sabu-sabu yang dikenal memberikan.
Efek euforia instan. Keterkaitan antara narkoba dan hukum di Indonesia sangat erat karena penyalahgunaan narkotika merupakan tindak pidana yang diatur secara tegas dalam peraturan perundang – undangan.
Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang mengatur aspek-aspek terkait narkotika, mulai dari klasifikasi jenis narkotika, pengendalian produksi, distribusi, hingga sanksi bagi penyalahguna, pengedar, dan produsen.
Undang – undang ini membagi narkotika menjadi tiga golongan, yaitu Golongan I (seperti ganja, heroin, dan kokain) yang dilarang digunakan secara medis, Golongan II yang memiliki manfaat medis terbatas (seperti morfina), dan Golongan III yang memiliki risiko ketergantungan lebih rendah (seperti kodein).
Selain itu, Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 4 Tahun 2010 mengatur penempatan penyalahguna narkotika ke dalam rehabilitasi medis dan sosial sebagai alternatif hukuman penjara.
Adapun UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika mengatur zat-zat psikotropika seperti ekstasi dan sabub – sabu yang mempengaruhi sistem saraf pusat dan perilaku manusia.
Beberapa faktor utama yang mendorong remaja untuk menggunakan narkoba meliputi: Tekanan Sosial: Banyak remaja yang merasa tertekan oleh lingkungan mereka, baik dari teman sebaya maupun dari keluarga.
Rasa Ingin Tahu: Keingintahuan tentang “sensasi baru” sering menjadi alasan pertama seseorang mencoba narkoba.
Masalah Psikologis: Kesehatan mental yang terganggu, seperti depresi atau kecemasan, juga menjadi pemicu utama.
Berikut beberapa fakta penting, BNN mencatat bahwa 57% pengguna narkoba di Indonesia memulai penggunaan saat usia remaja. Remaja yang menggunakan narkoba memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk terlibat dalam tindakan kriminal.
Hanya sekitar 10-15% pengguna narkoba yang mendapatkan akses rehabilitasi yang layak. Hukum di Indonesia memberikan peluang rehabilitasi bagi pengguna narkoba, tetapi implementasinya masih penuh kendala.
Berdasarkan data dari Indonesia Drugs Report 2022, jenis narkoba yang paling banyak digunakan di Indonesia khususnya remaja adalah ganja 41,4%, sabu 25,7%, nipam 11,8%, dan dextro 6,4%, Efek narkoba terhadap remaja sangat merusak, baik.
Secara fisik, mental, maupun sosial. Penggunaan sabu – sabu, misalnya, dapat menyebabkan kerusakan otak, kecanduan, hingga gangguan kejiwaan seperti paranoia dan delusi.
Dari sisi sosial, pengguna narkoba sering kali kehilangan kepercayaan keluarga, teman, dan masyarakat.
Pengguna narkoba di Indonesia, termasuk remaja, tidak hanya dihadapkan pada stigma masyarakat tetapi juga risiko hukuman yang berat. Pasal 112 dan 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur ancaman pidana hingga 4 tahun penjara bagi pengguna narkotika, meskipun rehabilitasi menjadi alternatif bagi mereka yang dianggap korban.
Perjalanan hidup seorang remaja berinisial F, 18 tahun, adalah cerminan dari banyak kisah serupa yang terjadi di Indonesia.
F yang terjebak dalam penggunaan sabu-sabu, harus menghadapi kenyataan pahit ketika orang tuanya tidak mampu membayar nominal yang disebutkan oleh pihak tertentu dalam penanganan kasusnya.
Akhirnya, pilihan rehabilitasi menjadi satu-satunya jalan keluar yang tersedia. Kisah ini tidak hanya mengundang keprihatinan tetapi juga mengingatkan kita tentang tantangan besar yang dihadapi remaja dalam jeratan narkoba, serta celah dalam sistem hukum dan sosial yang perlu diperbaiki.
Kasus F menjadi contoh nyata bagaimana dampak narkoba juga merembet ke aspek hukum. Dalam kasus F, ketidakmampuan orang tua untuk membayar nominal tertentu kepada pihak tertentu menunjukkan celah dalam sistem hukum dan penegakan di Indonesia.
Sebagian besar keluarga yang menghadapi kasus narkoba berasal dari latar belakang ekonomi menengah ke bawah, yang membuat mereka rentan terhadap praktik -praktik tidak transparan.
Ketidakmampuan finansial sering kali membuat pilihan rehabilitasi, yang seharusnya menjadi hak pengguna narkoba sebagai korban, menjadi rumit dan sulit diakses.
Masalah ini mengungkap kebutuhan mendesak akan reformasi dalam penanganan kasus narkoba. Proses hukum seharusnya berorientasi pada pemulihan dan rehabilitasi, bukan semata-mata pada pemenjaraan.
Di sinilah pentingnya mengimplementasikan pendekatan berbasis keadilan restoratif (restorative justice), di mana pengguna narkoba yang masih dalam tahap awal bisa mendapatkan perawatan medis dan psikologis tanpa stigma atau intimidasi.
Rehabilitasi adalah langkah terbaik yang bisa diambil dalam kasus penyalahgunaan Narkoba. Menurut BNN, rehabilitasi tidak hanya berfokus pada pemulihan fisik dari kecanduan, tetapi juga mencakup dukungan psikososial dan reintegrasi ke masyarakat. Supaya pengguna Narkoba mendapatkan peluang kedua untuk memperbaiki dirinya melalui program ini. Dengan bantuan yang tepat, remaja dapat kembali berkontribusi positif bagi masyarakat.
Namun, program rehabilitasi harus disertai dengan pendekatan holistik. Edukasi kepada keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan tentang bahaya narkoba dan cara mencegahnya sangat penting. Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan
Aksesibilitas layanan rehabilitasi, khususnya bagi mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi kurang mampu.
Upaya penting semua pihak dalam mencegah dan menangani masalah narkoba pada remaja baik Orang Tua maupun lingkungan. Orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk membangun komunikasi yang sehat dan terbuka dengan anak-anak mereka. Selain itu, masyarakat harus memberikan dukungan, bukan stigma, kepada para korban narkoba.
Di sisi lain, pemerintah perlu memperkuat regulasi terkait narkoba, memastikan penegakan hukum yang adil, serta memperluas akses ke program-program rehabilitasi. Kampanye edukasi tentang bahaya narkoba di sekolah dan komunitas juga harus digalakkan.
Beberapa solusi untuk mengatasi permasalahan remaja yang terjerat narkoba yaitu, meningkatkan akses rehabilitasi yang gratis dan berkualitas, reformasi sistem hukum berbasis Restorative Justice, edukasi dan pencegahan di kalangan remaja, peningkatan program dukungan keluarga, penegakan hukum yang transparan dan adil, kolaborasi dengan Komunitas dan Lembaga nonprofit, dan Monitoring pasca-Rehabilitasi.
Contact Person:
Silvia (085645052931)
E-mail: [email protected]