Laki-laki yang Menantiku

SASTRA, KABARDAERAH.COM- Keadaan dengan angkuh dan sombong membuat air mata laki-laki bajingan barus keluar! Mereka, mereka menjauhi manusia. Membuat hati yang perawan harus menanggung pering diperkosa beramai-ramai.

Pada siang di atas gedung lantai enam, angin-angin yang mengalir tak mampu membawa duka dan lara. Dipandanginya semua kehidupan yang nampak baik-baik saja. Padahal, ada berjuta senjata tajam yang siap membuatnya menjadi korban lagi.

Sebagai laki-laki dan dianggap bajingan menjadikan pesakitan. Dirasainya sendiri. Minum arak murahan malah dikira makin bajingan. Ia lakukan hal itu demi menghilangkan atau setidak-tidaknya membius sakit yang kalian berikan.

Sendiran. Di dunia yang penuh hingar bingar kesenangan. Semua orang tak bisa diperlakukan sama, anjing kalian! Ia hanya mengumpat dan mengutuk di hati yang remuk. Tak berani, seorang bajingan tak berani meluapkannya di muka kalian.

Ia datangi aku lagi. Air mataku ikut menetes mendengar ia menangis dan menahan sakit. Dunia sudah berputar, dan ia selalu menjadi yang tergilas olehnya. Sedangkan manusia dengan senang hati berjingkrak-jingkrak kesenangan di atasnya.

Bahkan saat keadaan memaksa kalian bersamanya. Dengan susah payah kalian menganggapnya tak ada. Tak ada satupun. Ia sendirian. Hanya akulah tempatnya bercerita, tak berani mengatakan apapun pada kalian. Takut jika batunya yang kecil itu menghambat kebahagiaan kalian.

“Tuan, hari ini aku datang padamu lagi. Hanya padamu, tuan.” Wajahnya sudah memelas seperti orang yang babak belur atau karena hutang segunung emas.

“Tuangkan saja masalahmu padaku.” Kataku menenangkan.

Dipandanginya sekitar. Hanya ruangan gelap bahkan kita belum pernah saling pandang. Suara yang memenuhi ruangan ini menjadi jembatan kita berkomunikasi.

“Soal perempuan dan teman-teman, tuan.”

Ia mulai bercerita panjang. Air mata laki-laki bajingan yang kesakitan kurasai lebih menyedihkan daripada hancurnya tambah emas di ujung Indonesia itu.

**

Badannya kurus. Kering. Juga hitam. Andai ia telanjang dada, rusuknya sudah menonjol keluar. Menampakkan hati yang tidak utuh bahkan remuk. Karena kalian!

Setelah berbicara ia bakal merunduk. Sudah bisa dipastikan kemudian menangis. Itulah runtutannya tiap malam. Pagi dan siang ia pakai topeng yang biasa. Topeng yang konyol dan gila. Padahal di dalamnya tersimpan bekas sayatan yang tanpa ragu mengiris perasaan.

“Kapan tuan temuiku?”

Pertanyaan itu membuatku berpikir sebelum menjawab. Ia begitu tergesa-gesa dan sangat putus asa. Kebanyak manusia lebih memilih menghindar dariku, aku sama dengannya. Dijauhi orang-orang. Sehingga kami seperti memiliki keterikatan batin.

“Tunggu, biar alam yang menuntun,” ia diam. Aku melanjutkan, “jika tak ada kita, manusia-manusia itu tak bakal merasa lebih baik. Satu lagi, jangan coba-coba memaksa dirimu mendahului kehendak hidup.”

**

Aku yakin ia sudah gila. Tersiksa. Ingin segera kubebaskan seperti tugasku pada tiap yang hidup. Bahkan saking gilanya, ia terus saja berbicara dengan kematian. Tentang akhir dari pesakitan yang kalian buat.

Malam ini sedikit berbeda, ia berkumpul dengan teman-temannya di kedai kopi mahal. Tapi ia hanya berbicara denganku. Pada relung hatinya paling dalam dan gelap, aku bersemayam. Sebagai malaikat maut yang ia mohon-mohon untuk segera melaksanakan tugas terhadapnya. []

 

*Ditulis oleh Romafiwk. Pelamun di Boerderij Buitenzorg. Menganggap menganggur adalah pekerjaan paling sulit, sebab tak semua orang bisa tahan menganggur. Sisik-melik dan polah-tingkah penulis ini secara lebih mendalam dapat ditengok di laman kencingpena.blogspot.com

Tinggalkan Balasan