Menjadi Kuli Bangunan, Pemuda Ini Mampu Biaya Sendiri Sejak SMK hingga Kuliah

 

BANGKALAN.KABARDAERAH.COM– Menjadi anak kuliahan suatu kebanggaan tersendiri dan patut disyukuri. Sebab, tidak semua orang bisa menyandang identitas sebagai mahasiswa, khususnya bagi pemuda yang datang dari plosok desa pedalaman.

Disamping itu, tidak sedikit pula  yang merasa tidak mampu untuk menanggung biaya kuliah walaupun kedua orang tua masih sehat dan bugar. Belum lagi biaya tersebut harus ditanggung sendiri, pastinya beban yang dipikul cukup berat.

Namun tidak bagi pemuda yang bernama Abdullah Sahuri (22), asal Kecamatan Galis, Kabupaten Bangkalan, Madura. Pria berusia 22 tahun ini meski harus banting tulang menjadi kuli bangunan, upaya untuk mengenyam bangku kuliah dijalani dengan penuh semangat.

Selain itu, ternyata pemuda kelahiran 05 Juni 1997 tersebut tak hanya memikul beban biaya pendidikannya sendiri. Melainkan,  adik kandungnya yang saat ini sedang menuntut ilmu di salah satu pondok pesantren di ujung barat pulau madura juga menjadi tanggung jawabnya.

Tak cukup disitu, Aab sapaan akrabnya juga bertanggung jawab menjadi tulang punggung keluarga. Sebab, ayah tercintanya meninggal dunia. Sehingga, kebutuhan sehari- hari ada dipundaknya.

Pemuda yang saat ini duduk di bangku semester 5 kampus STIT- Al Ibrohimy, Galis, Bangkalan itu menceritakan ketertarikannya masuk ke perguruan tinggi. Kata dia, keinginan untuk kuliah terbesit sejak kelas 3 SMK, kemudian  disampaikan kepada kedua orang tuanya. Akan tetapi, Ibu dan Bapaknya tidak menghendaki.

“Awal pamit tidak di izinkan, alasannya takut tidak bisa membiayai, nanti malah putus diawal kuliah,” ungkap Aab, Sabtu (3/11/2018) diiringi senyuman.

Namun, kata dia, kemauan dalam dirinya sangat besar untuk bisa kuliah. Disisi lain, ada beberapa orang yang pesimis dan beranggapan negatif, bahwa keturuanan Sahuri (Nama Ayah Abdullah red) tak mungkin bisa berpendidikan tinggi.

“Anggapannya bagi saya menusuk. Paling bisa bawa ayam, main dan dan semacamnya. Tak mungkin bisa berpendidikan tinggi, lalu saya pamitan lagi mas, dan alhamdulillah dikasih, juga dukungan dari sesepuh desa san tokoh pemuda ke ayah saya,” ujarnya.

Walaupun diizinkan, kata Aab, orang tuanya masih dlema persoalan biaya kuliah. Akan tetapi dirinya menegaskan akan mencari sendiri. Sebab, sejak kelas 2 SMK sudah diajarkan oleh sang ayah menjadi kuli bangunan dan mampu lulus SMK dengan biaya sendiri.

“Saya bilang biaya apa kata saya, SMK sejak kelas 2 hingga lulus biaya sendiri mas, namanya nekat mas,”  dengan tawa.

Kata Aab, dirinya harus membagi  antara menjadi tukang bangunan dengan waktu kuliah. Kalau diluar jadwal kuliah, pekerjaannya bisa dilakukan satu hari ful, kalau ada kuliah hanya bisa bekerja setengah hari.

“Kadang saya merasa malu mas kalau harus kerja setengah hari, kan saya kuli dan bekerja punya orang. Tapi mau gimana lagi,” ucapnya.

Pekerjaan yang ditekuni dalam sehari membuahkan hasil sebesar Rp. 100 Ribu, dan itu untuk biaya hidup keluarga, biaya pendidikan adeknya serta dirinya sendiri. Lebih lanjut, kata Aab, juga untuk memenuhi kebutuhan bermasyarakat yang kental dengan budaya gotong royong dalam segala hal.

“Mau dibilang gimana ya, bisa terpenuhi kebutuhan sudah alhamdulillah, saya juga kadang nyinso, jadi tukang graji kayu itu lo pas nebang itu. Kalau malam nurunin pasir dari truk dengan upah 50 ribu. Bisa dikatakan bekerja siang malam,” paparnya.

Aab mengaku dirinya kadang tertekan dan merasa tidak kuat memikul beban yang menjadi tanggung jawabnya. Sebab, seusia dirinya sudah harus banting tulang demi memenuhi kebutuhan keluarga.

“Namanya manusia kadang saya mengeluh mas, kok nasib saya seperti ini gitu,” cetusnya.

Lebih lanjut, kondisi itu membuat Aab dlema dan patah semangat. Sehingga dia mencoba nyabis (Suwan Red) terhadap salah satu kiayai dan mendapatkan wejangan dan motivasi.

“Sama pak yai itu saya dikuatkan, kalau mencari ilmu dan biaya adek, pasti ada jalan. Semut aja bisa makan, mencari ilmu allah SWT yang jamin, gak usah khawatir, pak yai bilang gitu,” jelasnya.

Pasca mendapat motivasi tersebut, tegas Aab, dirinya tambah semangat untuk menempuh kejenjang yang lebih tinggi hingga S3. Bahkan iya akan meyakini akan mencapai cita- citanya walaupun hanya sebagai kuli bangunan.

“Saya tambah semangat mas, semoga sampai S3. Ternyata ini perjuangan yang harus saya tempuh. Saya juga aktif di organisasi. Siang kerja, malam nugas, buka buku, kadang malam kerja, tapi itu harus saya lakukan untuk sukses,” pungkas pemuda asal Desa Daleman itu.

(Syah)