Merasa Bernasib Sama, Joko Sumaryono Hadiri Sidang Budi Pego

Foto: Lukman (kiri) dan Joko (kanan) berjabat tangan.

Banyuwangi, KABARDAERAH.COM- “Nasib desa saya dengan desa Budi Pego itu sama. Sama-sama terancam oleh tambang emas,” jawab Joko Sumaryono ketika ditanya mengapa dia jauh-jauh dari desa Sarongan Kecamatan Pesanggaran rela datang ke Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi untuk hadiri sidang Budi Pego.

Keinginan mengekspresikan rasa solidaritas sesama penolak tambang emas Tumpang Pitu, juga disodorkan sebagai jawaban saat di konfirmasi oleh Kabardaerah.

Mendapati keberadaan Ketua Laskar Hijau Banyuwangi di PN Banyuwangi, Joko yang anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sarongan itu sontak gembira. Joko pun dengan ekspresif menghampiri Lukman untuk berjabat tangan.

Tampak dalam foto, sebelah kanan berbaju orange adalah Joko, sedangkan sebelah kiri berkaos kuning lengan hijau adalah Lukman.

Hari ini, Selasa 28 November 2017 merupakan putaran ke-12 persidangan Hari Budiawan alias Budi Pego.

Agenda sidang hari ini adalah mendengar keterangan dari saksi ahli yang diajukan oleh jaksa.

Budi Pego disidang karena hubungan dirinya dengan sebuah demonstrasi warga untuk menolak tambang emas Tumpang Pitu yang berlangsung bulan April 2017 lalu.

Budi Pego dijerat pasal 107 huruf a UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.

Ada spanduk dengan gambar yang identik dengan logo sebuah partai terlarang dalam aksi tersebut. Walau keberadaannya janggal, dan sekarang spanduk tersebut misterius, tetapi Budi Pego tetap ditahan oleh Kejaksaan Negeri Banyuwangi dengan tuduhan menyebarkan paham terlarang.

Warga melakukan aksi penolakan tambang emas di Tumpang Pitu karena meyakini tambang emas akan merusak lingkungan tempat mereka tinggal. Namun perjuangan warga untuk masa depan lingkungan yang baik ini mesti terhambat oleh isu komunisme. Tak hanya Budi Pego yang didera hembusan isu ini, ada 3 orang warga lainnya yang terbelit tiupan isu ini hingga polisi juga memeriksa Ratna, Andreas, dan Trimanto.

Gunung Tumpang Pitu dibutuhkan warga sebagai benteng alami dari daya rusak tsunami. Tumpang Pitu dan sekitarnya adalah Kawasan Rawan Bencana (KRB). Sebagai KRB, seharusnya Hutan Lindung G. Tumpang Pitu dikonservasi, penambangan di KRB justru menambah angka kerentanan KRB itu sendiri. Karenanya menjadi beralasan jika tambang emas di Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu ditolak.

Demi tambang emas, Zulkifli Hasan yang saat itu sebagai menteri kehutanan, telah mengubah status hutan lindung Tumpang Pitu sebagai hutan produksi. Pengubahan status ini dilakukan Zulkifli Hasan pada tanggal 19 November 2013 dengan menerbitkan surat keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK.826/Menhut-II/2013.

Dalam surat tersebut, Zulkifli Hasan sebagai menteri kehutanan mengalih fungsi Tumpang Pitu dari hutan lindung menjadi produksi seluas 1.942 hektar. Penurunan status Tumpang Pitu ini dilakukan oleh Zulkifli Hasan setelah ada usulan dari Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas..

Pada tanggal 10 Oktober 2012, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas lewat surat nomor 522/635/429/108/2012 mengusulkan perubahan fungsi kawasan hutan lindung seluas 9.743, 28 hektar.

Usulan Bupati Abdullah Azwar Anas ini direspon Zulkifli Hasan dengan mengalih fungsi Tumpang Pitu seluas 1.942 Hektar. Alih fungsi ini dilakukan Zulkifli Hasan dengan menerbitkan surat No. SK.826/Menhut-II/2013.

Reporter : Faizal Lenggi

Tinggalkan Balasan