Azwar Anas Mundur, Risma Maju Skak-Mat Khofifah

Foto, Alan Akim, saat (tengah pegang Mick) mengisi salah satu acara

BANGKALAN.KABARDAERAH.COM-OPINI-Suasana Jawa Timur (Jatim) mulai heboh dengan banyak kejutan yang selalu muncul. Mulai awal dari Gerindra yang ingin usung Moreno (bukan morena), yang kemudian dengan sendirinya hilang dari peredaran bukan sosok populer di timur pulau Jawa ini.

Kejutan lain datang juga dari Gerinda yang ingin meminang putri Gus Dur, Yeni Wahid. Isu ini sempat santer di Jatim untuk membentuk poros tengah. Bahkan, banyak pengamat mengatakan: jika Yeni Wahid maju, peta perpolitikan Jatim akan sedikit berubah.

Namun, hal tersebut tak terjadi. Yeni Wahid menolak secara halus pinangan Gerindra dengan alasan tak dapat restu dari kiai NU (Nahdatul Ulama) juga keluarganya.

Kejutan pun lalu datang kembali di masa injury time. Azwar Anas diisukan mundur mendampingi Gus Ipul. Salah satu alasan yang beredar karena foto dirinya tersebar luas dengan seorang perempuan di kantornya.

Kemunduran Anas mengejutkan banyak pihak. Terlepas dari itu semua, pemunduran tetap merupakan sebuah strategi politik yang harus dilakukan alias pemaksaan untuk membendung kekuatan Khofifah-Emil Dardak yang semakin menguat.

Khawatiran tim Gus Ipul cukup beralasan. Persiapan Khofifah-Emil sekarang sangat  massif, apalagi didampingi Emil Dardak, tokoh muda yang cukup berprestasi yang juga dari kalangan NU yang mendapat tempat di pemilih milenial. Ditambah istri seorang artis yang sering juga turun mendampingi Emil, hal ini tentu akan banyak membantu untuk mempopulerkan sosoknya.

Kedua, jika poros tengah tidak terbentuk, otomatis Gerindra-PKS akan lebih memilih berkoalisi dengan Khofifah mengingat hubungan antara PDI-P dan Gerindra sekarang seperti minyak dan air yang sulit dipersatukan. PAN sendiri masih terbuka untuk bergabung dengan PDI-P mengingat koalisi Khofifah sudah banyak. Hal ini secara otomatis akan membuatnya berpikir ulang menjadi bagian dari Khofifah karena walapun memang nanti sulit mendapatkan tempat strategis.

Kalkulasi politik, poros tengah sulit terbentuk. Untuk membentuknya, harus tokoh yang dari NU yang juga harus populer. Hal ini sangat sulit, kecuali kemudian kemarin Mahfud-Yeni bisa dipasangkan menjadi satu paket, akan ada lawan sepadan.

Jika poros tengah tak terbentuk, ini akan mengkhawatiran pihak Gus Ipul. Apalagi nanti partai Gerindra-PKS bergabung, otomatis kekuatan mereka akan semakin kuat.

Salah satu caranya memang, PDI-P harus mencari tokoh yang bisa membendung kekuatan Khofifah-Emil. Tokoh itu harus mempunyai kharisma luar biasa, populer, diterima semua kalangan, dan kerja sudah terbukti. Sosok itu ada pada Risma, sudah terbukti membangun Surabaya dan diapresiasi oleh banyak kalangan, apalagi sejak lama orang Jatim menginginkan dia untuk maju kembali.

Bahkan, Sekretaris Jenderal DPP PDI-P mengatakan di salah satu surat kabar yang dilansir Republika online (5/1/ 2018). Kata Hasto, sangat mungkin Risma diusung oleh partainya karena Risma banyak mendapat apresiasi dari masyarakat.

Majunya Risma tentu akan skak-mat Khofifah. Orang yang mulai mendukung Khofifah akan berpikir ulang. Khusus warga Surabaya, mereka akan lebih memilih Risma yang sudah melayani mereka sejak lama. Sementara Azwar Anas hanya perlu lebih fokus mengamankan suara di daerah tapal kuda.

Sayang, majunya Risma di detik akhir. Hal ini akan mengesakan tidak baik bagi para pemilih. Seandainya Risma disiapkan dan dimajukan sejak awal, jelas akan lebih terlihat positif dan tidak terkesan dipaksakan.

Mundurnya Anas di detik-detik akhir juga akan membawa banyak pertanyaan. Tentu hal ini akan membawa kesan negatif, dan memang kurang etis secara politik walaupun secara hukum tidak bermasalah.

Namun, apa pun yang terjadi, biarkanlah itu menjadi bagian dinamika politik. Saya kira masyarakat Jatim sudah cerdas. Biarkan 27 Juni nanti menjadi sejarah siapa yang akan jadi pemenang.

Penulis: Alan Akim (Mahasiswa Uin Sunan Kalijaga Yogjakarta, Jurusan Hukum Tata Negara, asal Kabupaten Bangkalan).

(Red/Bkl)

Tinggalkan Balasan