Runtuhnya Para Relawan Karena Birokrasi Sang Calon

JATIM. KABARDAERAH.COM. JEMBER_ Masih jelas dalam ingatan kita begitu antusiasnya lapisan masyarakat bersatu padu mendirikan komunitas relawan dalam pilkada. Gerakan relawan ini terbentuk karena beraneka ragam sebuah keinginan dan mempunyai keinginan yang sama kepada kadidat calon kepala daerah yang menurut mereka bisa merubah tatanan kehidupannya baik dalam sektor ekonomi dan pembangunan.

Hampir diseluruh pelosok negeri semua bersama – sama mendirikan komunitas atau sebuah organisasi dengan menyebut dirinya sebagai relawan untuk menghadapi pilkada 2020 yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia baik itu secara aktif dan pasif dalam melakukan mobilisasi massa di media massa dan lainnya.

Para relawan ini begitu massif baik di dunia nyata maupun di dunia maya terbukti dengan suksesnya para relawan ini mengantarkan sang calon menduduki pimpinan dalam satu daerah dalam pilkada tahun-tahun sebelumnya.

Pertarungan opini di media massa tak kalah hebatnya dan tak kalah hebatnya serta lebih massif karena memiliki keuntungan dan berita yang update dan mudah di sebarluaskan. Sungguh kekuatan yang sangat dahsyat dalam mendukung sang calon untuk menduduki bupati di daerahnya masing-masing.

Sehingga setiap moment akan di abadikan dalam album perjalanannya menjadi seorang relawan sehingga bisa mengantarkan sang calon menduduki singgasana. Seiring berjalannya waktu sang calon sudah menjabat sebagai kepala daerah maka banyak relawan yang terlupakan hanya elit relawan saja yang diingat untuk menduduki ring satu dalam suatu pemerintah kabupaten daerah.

Akan tetapi beliau lupa bahwa yang di angkat itu sebenarnya sudah tidak memiliki kekuatan di akar rumpun. Faktanya mereka bukan lagi pemimpin riil para relawan namun seorang pejabat banyangan yang tindak tanduknya bak seorang pejabat resmi.

Kedekatan sang calon kepada para kelompok relawan hanya sebatas ketika beliau masih ingin mencalonkan sebagai kepala daerah tetapi seiring berjalannya waktu ketika mobilisasi massa sudah terbentuk tentulah kedekatan itu akan berahir karena untuk menemui sang calon pun sangatlah sulit dan harus melalui birokrasi yang bertele-tele.

Sang calonpun lupa bahwa peran relawan untuk mengantarkan beliau harus berdarah-darah membela dengan sungguh-sungguh baik itu perang opini di media massa, bahkan sampai meninggakan sebuah tanggung jawab terhadap keluarga maupun dalam kenyataan Sedikit demi sedikit para relawan pun runtuh cuma tersisa sebuah cerita, sungguh fakta yang sangat memiriskan.

Tapi hal tersebanarnya adalah sebuah konsekwensi logis dari kegagalan sang calon untuk menjaga kedekatannya dan keutuhan kepada para relawan yang intinya para relawan tersebut akan tersisih atau bahkan di tinggalkan. Akses dan komunikasi mereka akan di batasi bahkan di kanalisasi sehingga tidak bisa bertemu dengan sang calon.

Maka aspirasi sudah di modifikasi oleh mereka-mereka yang masih menjadi elit relawan yang sebenarnya saat ini hanya bertahta di awang-awang atau di rumput kering. Hal ini menunjukan bahwa pembatasan birokrasi sang calon membuat pagar beton yang kokoh untuk sebuah komunikasi atau silahturohmi dengan para relawan.

Pewarta : Fadil Indrawan

Tinggalkan Balasan