Meski Kedua Orang Tua Telah Tiada, Pemuda Asal Bangkalan Ini Hampir Selesaikan S1 di Bandung

Terlihat: Dhohir, pakai almamater merah, Mahasiswa asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur yang sedang menempuh study S-1 nya di Uninus, Bandung, Jawa Barat (KD)

BANGKALAN.KABARDAERAH.COM – Meski kedua orang tua (Ibu-bapak) berpulang ke rahmatullah (meninggal dunia), Dhohir (21) pemuda asal Dusun Lembenah, Desa Daleman, Kecamatan Galis, Kabupaten Bangkalan ini tidak putus asa untuk terus mengenyam bangku pendidikan sampai kejenjang lebih tinggi.

Dengan modal semangat dan yakin, terbukti anak nomor enam (6) dari 7 saudara sekandung dari pasangan Bapak Muin (Alm) dan Ibu Syifa (Alm) ini mampu berjuang melanjutkan study di perguruan tinggi Yaitu di Uiversitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung, Jawa Barat.

Saat ini Dhohir sudah memasuki semester akhir di fakultas hukum Uninus. Tidak mudah baginya bisa bertahan ditanah rantau yang dikenal dengan Bandung Lautan Api. Apalagi jauh dari sanak family dan keluarga dekat. Belum lagi berjuang untuk biaya kehidupan sehari-hari dan kuliah.

Akan tetapi, hal itu dijalaninya dengan penuh kesabaran dan keyakinan. Bahkan Ia merasa mempunyai beban dan tanggung jawab moral besar kepada Ibu dan Bapaknya. Sebab, ibu dan bapak selama hidup menginginkan putranya menjadi orang besar, sholeh dan bermanfaat bagi siapapun.

“Alhamdulillah mas, sampai saat ini saya masih kuliah dan semester akhir. sekarang dalam proses penyelesaian skripsi. Ini berkat doa dan motivasi kedua orang tua saya dulu pas masih ada. Beliau berharap saya menjadi orang besar. Saya bersyukur masih bisa kuliah,” ucap Dhohir, Selasa, (3/7) saat ditemui warung kopi dikawasan Desa Paterongan, kecamatan Galis.

Keinginan untuk merasakan bangku kuliah dan belajar layaknya mahasiswa ditancapkan sejak menempuh pendidikan menengah pertama di MTs Nurul Karomah Paterongan, Galis, Bangkalan. Keinginan itu terus dipertahankan sampai memasuki pendidikan menengah atas SMA/MA.

Ia sadar bahwa dirinya terlahir dari keluarga tak punya. Ibu dan bapak selama hidup profesinya sebagai kuli ladang milik orang lain. Walaupun demikian, ia tetap semangat untuk bisa menempuh pendidilan dari tingkat menengah pertaman (MTs/SMP), atas (SMA/MA) hingga perguruan tinggi (Universitas).

“Niatan kuliah itu sejak saya MTs dulu, karena saya melihat sarjana itu jarang di tempat saya. Saya sadar pastinya berat anak yang terlahir dari keluarga yang hanya menjadi buruh ladang ini bisa kuliah, tapi saya yakin saya bisa kala itu,” tuturnya dengan nada lirih memerah.

Keinginan untuk menjadi mahasiswa sempat pernah pudar bahkan pupus dan buram dalam diri pemuda asal kecamatan Galis itu. Sebab, memasuki kelas dua (2) Madrasah Aliyah, sang ayah tercinta dipanggil sang pencipta.

“Semangatku menurun mas waktu ayah meninggal dunia. Hampir-hampir saya berniat untuk berhenti sekolah, biar saya bantu-bantu ibu untuk bertani, namun ibu tak mengizinkan dan menyuruhku tetap sekolah,” ujarnya.

Akhirnya kelas 2 MA itu mampu dileawatinya. Niatan kuliah masih tersimpan dalam diri Dhohir walaupun sudah menurun semangatnya. Menginjak kelas 3 MA, Ia pun kembali berduka cita. Ibu yang selalu menjadi teman curhatan menemui ajalnya. Perasaan down menimpa dirinya. Ia tak lagi memikirkan masa depan, apalagi kuliah. Sedangkan kala itu usianya masih belasan tahun.

“Saya kelas 3 MA, Alloh kembali memanggil ibu saya mas, saya di pesantren kala itu. Tiba-tiba di jemput ibu sakit. Pas nyampek dirumah ternyata ibu sudah meninggal, saya tak sadar waktu itu. Keinginan dan cita-cita habis mas, apalagi kuliah, usia saya waktu itu sekitar 17-18 mas. ya Alloh ampun kedua orang tuaku,” jelasnya sambil mengalir air mata membasahi pipinya.

Dalam benak Dhohir, Ia sempat marah dan merasa gagal membahagiakan kedua orang tuanya. Sampai-sampai, pendidikan menengah atas (waktu MA) sempat akan gagal diteruskan. Ia memilih untuk bekerja dan mengurus rumah peninggalan orang tuanya.

Namun kakak tertuanya Abdul Qodir tak mengizinkan. Ia pun dipesantrennya diangkat menjadi ‘Kabuleh’ (Abdi Dalem red) oleh kiyai yang mengajarkan ilmu agama. Akhirnya Ia bisa tamat pendidikan tingkat atas di MA Darussalam.

Setelah lulus MA, Dhohir memutuskan boyong (Keluar dan pamit dari pesantren). Ia pun kembali ke kampung halaman. Niatan kuliah tidak difikirkan lagi. Malah lenyap dari benaknya. Karena ia merasa tak mampu dan kedua orang tuanya sudah tak ada.

Kendati demikian, keinginan Dhohir untuk kuliah kembali tumbuh. Kakaknya Abdul Kodir menyuruhnya untuk kuliah agar keinginan orang tuanya bisa tercapai.

“Saya habis mondok ndak ada niatan lagi mas kuliah. Cuma kak Kodir nyuruh saya kuliah. Katanya saudara-saudara saya siap sumbagan untuk biaya kuliah saya,” jelasnya.

Akhirnya dorongan dari saudara kandungnya itu membuat Dhohir semangat kembali untuk menempuh pendidikan ke bangku kuliah. Tiga (3) bulan sebelum mendaftarkan diri sebagai calon mahasiswa di Uninus, pria yang kerap disapa ‘Koeng’ dikampungnya ini belajar dagang bubur.

Dorong grobak mengelilingi kawasan kota Bandung dilakukan. Hal itu dijalani selama kurang lebih dua tahun. Ia jalani dengan penuh semangat.

“Saya dagang bubur mas, sejak belum masuk di Uninus, kira- kira 3 bulan sebelum masuk hingga semester 3 saya mas. Alhamdulillah lancar dan bisa bayar SPP semesteran,” terangnya.

Dohir menjelaskan, selama menjadi mahasiswa sejak semester satu (1) sampai garap skripsi di Uninus, Bandung, Jawa Barat tidak pernah khawatir akan kelaparan bahkan tak mampu bertahan hidup.

“Saudara saya ada yang merantau, ada yang jualan sate bubur juga. Namun saya tak pernah minta uang selama kuliah. Saya cari sendiri mas. Nahan lapar jadi mahasiswa kan biasa mas, Heee. Saya tetap semangat mas dan yakin. Wong rizki sudah ada yang ngatur semua, saya yakini adanya firman Alloh SWT. Hewan melata lebih kecil dari semut sudah ada jatahnya, apalagi saya yang besar ini,” ujarnya sambil tersenyum.

Selama berstatus menjadi mahasiswa Uninus, Dhohir aktif diberbagai organisasi kampus baik intra maupun ektra seperti BEM, Dema, PMII dan UKM lainnya. Malahan Ia bersama teman seangkatan mampu mendirian Rayon PMII di Fakultas hukum yang digelutinya.

“Alhamdulillah, temen-temen mempercayai saya menjadi ketua Prosedium BEM se Jawa barat. Saya Juga aktif di pengurus cabang PMII Bandung mas. Sekarang ini saya pulang karena Idul Fitri, saya sering ngopi ke kota untuk belajar ke teman-teman di Bangkalan” paparnya.

Mengakhiri penjelasannya, Dhohir menyampaikan bahwa tidak ada yang sulit asalkan berusaha. Kehidupan ini sifatnya fluktuatif (keatas- keabawah red). Tak perlu pesimis. Yakin dan berusaha pasti akan ada jalan.

Tak hanya itu, pemuda yang domisilinya tak begitu jauh dengan tempat wisata Bukit Lampion Beramah (BLB) berharap besar bagi semua generasi muda untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

“Ayo kita buktikan, bahwa pemuda memang harus mampu dan cerdas. Khususnya pemuda desa kita ini, usahakan bisa kuliah dan memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat dan lingkungan,” ajaknya.

Ia menegaskan, motivasi terbesarnya menempuh pendidikan sampai keperguruan tinggi tak lain dorongan moral dari orang tuanya selama hidup. “Conk, hedeh koduh deddih oreng, koduh agunah, (nak, kamu harus jadi orang, berguna red)”. Ungkapan itu kata Dhohir yang mendorongnya semangat.

“Saya semangat walaupun bertatih-tatih, apalagi yang masih lengkap mas orang tuanya apalagi biaya mumpuni. Jangan sia-siakan kesempatan mas. Mari buktikan, bahwa generasi yang saat ini adalah harapan di masa akan datang,” tandasnya.

Menurut Dhohir, Ia merasa berdosa kepada kedua orang tuanya kalau Ia tak mampu menjadi orang yang bermanfaat nantinya.

“Saya takut tidak bisa membuat orang tua saya tenang mas di alam sana. Semoga saya bisa berguna mas bagi lingkungan saya ini. Semoga Alloh selalu mengampuni dosa-dosa kedua orang tuaku dan memberikan nikmat kubur, amin ya alloh,” pungkasnya dengan kucuran air mata yang tak bisa di bendung.

(S.A/If)

Tinggalkan Balasan