Obat Dikurangi, Kosong Dan Antrian Lama Di RSUD Soetomo.

SURABAYA,KABARDAERAH.COM- Agus lelaki asal jember mengalami kekecewaannya terhadap RSUD Dr.Soetomo Surabaya. Karena saat ini obat untuk mertuanya Suhartatik yang biasanya dapat 8 dikurangi oleh pihak Rumah Sakit milik Pemprov Jatim sebanyak 2 kapsul.

Sehingga jumlah obat yang dia terima hanyalah 6 obat untuk penyakit komplikasi mertuanya yang berumur 73 tahun. Penyakit yang diderita mertuanya itu penyakit Diabetes, Jantung dan Paru-paru.

Suhartatik yang mendapatkan pelayanan asuransi kesehatan BPJS dari pensiunan suaminya mantan Dosen Universitas Arilangga (UNAIR) Surabaya. Ia harus bolak-balik setiap bulan 3 hingga 4 hari ke Rumah Sakit Soetomo untuk menjalani pemeriksaan.

“Sekarang ini sudah 3 hari, besok terakhir pengambilan foto rotgen. Jadi ya 4 hari disini rujukan dari surat RS UNAIR.
Tapi obat sekarang dikurangi jadi 6 obat. Padahal bulan-bulan sebelumnya 8 obat, enggak tahu kenapa ini koq bisa kurang,” Ucapnya dengan keheranan.

Obat yang dikurangi itu yakni obat Insulin untuk penyakit Diabetes dan Obat Jantung. Sampai Agus kadang membeli obat insulin tersebut diluar Rumah Sakit karena obatnya kurang untuk di berikan ke mertuanya saat mengalami sakit parah.

Tidak tanggung-tanggung harga satu tablet obat insulin diluar, yang Agus pernah membelikanya seharga Rp. 300 ribu. “Kalau ibu sakit parah, obatnya yang diberikan 6 itu kurang jadi beli diluar. Kalau beli 2 insulin ya Rp. 600 ribu,” Ungkapnya.

Di tempat yang sama pelayanan farmasi RSUD Soetomo Surabaya Pagi juga melihat ada lelaki sekitar 60 tahun, tengah berdesak-desakkan menyerahkan nomor antrean dan resep-resep obat di loket obat rawat jalan RSUD dr Soetomo. Tibalah gilirannya bertatap dengan petugas di dalam. Namun, sayang, berkas-berkas itu dikembalikan lagi kepada si lelaki.

Dia pun berbalik, menerjang kerumunan orang di depan loket. Dia berjalan menuju perempuan yang tengah duduk di kursi antre. Dia adalah Sukarsih, istrinya. “Obatnya kosong,” tutur sang suami.

Wajah Sukarsih seperti tak bersemangat mendengar ucapan suaminya. Setelah Surabaya Pagi mendekati suami istri tersebut, diketahui bila Sukarsih gagal mendapatkan obat matanya yang mengalami glaukoma. Obatnya adalah Pilocarpine. “Obat itu untuk menurunkan tekanan bola mata,” kata perempuan 59 tahun itu. Obat itu sekaligus untuk mengecilkan pupil mata.

Dia mengatakan kemarin habis berkonsultasi dengan dokter mata dan memberikan resep tersebut. Dokter itu memberikan resep obat. Apabila obat itu sudah dikonsumsi, dokter akan merencanakan tindakan laser untuk mata Sukarsih.

Oleh karena tidak ada di RSUD, Sukarsih berencana untuk membellinya di apotek lain. “Terpaksanya ya harus mencari obat sendiri di apotek. Belum tahu harganya berapa, karena baru pertama kali diberi resep obat itu,” ucapnya. Dia mengaku obat tersebut harusnya bisa dicover BPJS Kesehatan.

Sukarsih akan berusaha mendapatkan obat itu secara pribadi meski harus mengeluarkan uang lagi diluar iuran BPJS Kesehatan. Agar tekanan bola matanya bisa segera turun.

Sehingga minggu depan bisa langsung mendapatkan tindakan laser. “Kalu tidak mendapatkan obat itu, nanti jadwal lasernya akan semakin mundur. Dokter sendiri yang sudah menjadwalkan akan dilaser pada minggu depan ini” lanjutnya.

Dia mengatakan kecewa pada pelayanan rumah sakit. “Tadi sudah lama mengantri saat mau konsulasi ke dokter. Nggak tahunya malah kosong obatnya,” jelas Sukarsih. Adapun pihak petugas medis tidak memberi tahu harus mencari obat ke apotek mana.

Kekosongan obat itu juga dialaminya beberapa waktu lalu saat dia juga memeriksakan matanya. Obat tetes untuk matanya dibelinya di apotek luar RSUD. Harganya sekitar Rp 295 ribu. Sementara obat Timol, untuk menurunkan tekanan mata dibelinya seharga Rp 67 ribu.

Tidak berhenti disitu Surabaya Pagi juga melihat kerumunan orang sedang berbaris mengantri obat dipelayanan Farmasi RSUD Soetomo. Baik di loket 1 yang bagian penerimaan resep dan loket 2 bagian penyerahan obat. Tempat duduk yang sudah penuh untuk menunggu panggilan nama mereka disebut satu-persatu melalui microfon oleh petugas.

Membuat banyak yang harus berdiri dan menyerahkan tiket nomor antriannya di dekat loket tersebut. Diantaranya Adim suami dari Rosyida yang merasa kesal dan lelah menunggu dari pukul 10.00 WIB hingga 13.00 masih belum mendapatkan obat di loket 2 Farmasi tersebut.

“Kesal mas, saya butuh waktu 2 jam untuk pindah loket 1 ke loket 2. Dan sekarang belum dipanggil-panggil udah 3 jam padahal,” Ungkapnya.

Saat ditanya ke Rosyida istrinya Adim yang mengalami penyakit rematik arthritis, Ia sudah ke tujuh kalinya mendatangi RSUD Soetomo. Rosyida yang datang dari Lamongan bersama suaminya Adim dan anaknya sering mendapati obat kosong dari penyediaan obat RSUD Soetomo itu.

” Hari ini, obat asam folat kosong. Malah kemaren-kemaren pernah resep dari dokter 5 obat cuman dapat 1 obat. Yang kosong itu kemaren-kemarennya obat Suprazole untuk lambung, Ibuproven, obat injek,” Terangnya.

Rosyida sehingga harus mengeluarkan uang untuk membeli
obat-obat yang tidak tersedia di RSUD Soetomo . Obat yang pernah dia beli 1 tablet seharga Rp.180 rb-an. Adim dan Rosyida yang merasa sakit masih peduli dan kasihan terhadap pasien yang dari luar kota datang ke RSUD ini yang mengalami penyakit kronis seperti gagal ginjal.

Dengan mudahnya petugas pelayanan Farmasi mengatakan “obatnya kosong pak, tirunya Adim bersama istrinya itu. “RSUD Soetomo yang merupakan Rumah Sakit kelas pertama di Jawa Timur adalah hal yang tidak masuk akal apabila pelayanannya seperti ini,” Nadanya

Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Se-Indonesia (Persi) Jawa Timur Dodo Anondo mengatakan bahwa Rumah Sakit yang masih banyak piutang untuk lebih efisiensi dalam mengelola keuangannya. Apalagi Rumah Sakit Kelas A seperti RSUD Dr.Soetomo Surabaya.

“Rumah Sakit yang besar dan banyak piutangnya harus mengefisiensi uang yang ada dulu,” ungkap Dodo sapaan akrabnya kepada Surabaya Pagi.

Mantan Direktur RSUD Soetomo Surabaya itu, mengungkapkan agar Rumah Sakit dalam pengadaan obat untuk mendahulukan obat yang paling diprioritaskan daripada kebutuhan yang kurang penting lainnya.

“Utamakan obat yang paling dibutuhkan. obat emergency yang terkait penyakit kronis misalnya hemofelia, kanker dan sebagainya,” tuturnya.

Selain itu, kata dia rujukan pasien haruslah sesuai dengan jenjangnya bahkan bisa rujuk balik. Jangan semua pasien ke RSUD Soetomo akan tetapi utamakan Rumah Sakit yang menjadi rujukannya. Misalnya Penyakit ringan cukup ke Rumah Sakit kelas D atau kelas C. Sedangkan yang kronis ke Rumah Sakit kelas B atau kelas A.

“Kalau semua ke Rumah Sakit Soetomo. Soetomo bisa habis obatnya atau bisa rujuk balik ke Rumah Sakit sebelumnya.
Ya itu obat parasitamol aja gak ada padahal di kelas C dan puskesmas itu ada. Makanya pasien sekarang jangan cepat-cepat ke Soetomo ikutin rujukan dulu itu yang penting,” Urainya.

Sementara itu Kepala Instalasi Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) Pesta Parulian Maurid Edwar mengatakan bahwa tidak ada obat yang kosong meskipun dalam mekanisme kadang ada obat kosong tetapi Rumah Sakit mempunyai Peraturan Direktur yang bisa mengadakan obat. “Kecuali kalau kosongnya pabrik maka kami tidak bisa buat apa-apa,” Terangnya.

Ia mengungkapkan bukan kosong obatnya akan tetapi keterlambatan dalam pengadaan obat. Persoalannya kemungkinan bisa kosong pabrik atau keterlambatan pasokan dan hal itu bisa diatasi dengan peraturan direktur yang bisa mengambil jalan bebas. “Jadi stok obat ada hari ini, dengan cara perdir meskipun ada beberapa perusahaan terhutang dari kami karena keterlambatan pembayaran,” ungkapnya.

Ia pun menjelaskan, kalaupun ada pasien yang tidak mendapatkan obat. Dilihat terlebih dahulu apakah obat dari pasien itu masuk dalam restriksi formularium ataukah tidak. Karena Rumah Sakit hanya menyiapkan sesuai dalam aturan formularium.

“Ada jenis-jenis obat baru yang bisa disediakan tidak harus merek yang sama pokoknya masuk dalam formularium itu. Kalau misalnya ada obat baru diluar formularium kita tidak menyediakan karena tidak ada dalam daftar,” terangnya. (Hr)

Tinggalkan Balasan