Komite Rakyat Pemberantas Korupsi Menolak Revisi UU KPK

BLITAR,KABARDAERAH.COM- Belum selesai publik menyoroti perihal persoalan seleksi Calon Pimpinan Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019 – 2023 karena sangat minimnya
pertimbangan Intregritas calon yang dipilih oleh Panitia Seleksi KPK, saat ini publik kembali dikejutkan ulah anggota DPR RI Komisi III yang tinggal menghitung hari dalam masa jabatanya melakukan tindakan sembrono yang berpotensi  memberangus upaya pemberantasan korupsi.

KRPK Saat Demo Menolak Capim KPK Di Perempatan Lovi Senin 2 September (Poto By Andy)

Secara sembunyi – sumbunyi dan terkesan rahasia dalam Rapat Paripurna (05/09/2019) tanpa sepengetahuan publik, DPR RI Komisi III hanya membutuhkan waktu 5 menit
dan disetujui seluruh fraksi yang ada, DPR bermaksud kembali merevisi UU KPK.

Jika kita ingat tahun 2016 muncul upaya serupa dari DPR RI, hingga memantik
amarah publik.
1. Rancangan Undang – Undang, haruslah terlebih dahulu disepakati untuk dimasukan dalam Proleknas tahunan. Undang – Undang No. 12 Tahun 2011 pasal 45 menyatakan penyusunan RUU harus dilakukan berdasarkan prolegnas. Pasal 23 ayat 2 UU No. 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa dalam kondisi tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas  dengan syarat demi menuntaskan keadaan luar biasa, bencana alam dan  konflik. Dari uraian ini dapat dipastikan upaya DPR merevisi UU KPK  Berpotensi Cacat Hukum.

2. Mengancam kemunduran pemberantasan korupsi dengan indikasi sebagai berikut :

Pembentukan Dewan Pengawas. Mengharuskan KPK minta izin dahulu
sebelum melakukan penyadapan, penggeledahan dan penyitaan. Keadaan
ini berpotensi membatasi ruang gerak KPK, penegakan hukum berpotensi
lambat dan rawan kebocoran informasi.

Penyidik KPK hanya diperbolehkan dari Institusi Polri, Kejaksaan dan Pegawai Negri Sipil, sehingga penyidik independent niscaya keberadaannya. Persoalan pemberantasan korupsi selama ini sangat bergantung kepada penyidik independent.

Penuntutan harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Artinya proses penegakan hukum menjadi berbelit, lamban dan berpotensi adanya
intervensi dari pihak lain.

Kriteria penanganan kasus yang meresahkan publik, pembatasan
kewenangan KPK dalam menangani kasus suap dimana selama ini masih
marak terjadi dan menjadi acuan bagi masyarakat untuk mengadu kepada
KPK.

Penghentian penyidikan dan penuntutan, kita selama ini mengetahui
bahwa KPK tidak diperkenankan menghentikan perkara hukum yang
sedang ditangani, dalam artian lain jika Revisi UU KPK disahkan, maka
besar kemungkinan adanya peluang intervensi dari berbagai pihak yang merasa terusik.

Berpijak dari uraian diatas, Komite Rakyat Pemberantas Korupsi( KRPK ) Blitar mendesak dan menuntut
1. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menolak seluruh usulan Revisi
Undang – Undang KPK No.30 Tahun 2002
2. Presiden mengurungkan niat mengirim Surat Presiden kepada DPR RI untuk membahas Undang – Undang tersebut.
3. DPR stop membahas Revisi UU KPK
4. DPR diharapkan mengutamakan Revisi Undang – Undang Tipikor.

Reporter : Andy

Tinggalkan Balasan