Peringati Hari Lahir Wiji Tukul, Pemuda Kediri Selenggarakan Seni Budaya

Istimewa

KEDIRI.KABARDAERAH.COM – Sosok Wiji Tukul di kalangan para sastrawan kiranya sudah tak asing lagi. Bahkan dirinya menjadi salah satu tokoh yang menginspirasi banyak orang berkat puisi-puisi kritis yang tercipta darinya. Namun sosok Wiji Tukul ini tiba-tiba menghilang entah kemana di zaman orde baru silam.

Banyak orang merindukannya, termasuk di kalangan anak-anak muda, yang menjadikan sang penyair ini sebagai legendaris. Tepat pada tanggal 26 Agustus 1963 silam, Widi Tukul dilahirkan. Kini hari kelahirannya tersebut marak dirayakan oleh anak-anak muda.

Bertempat di Waroeng Joyo Lantai 2 Jl Kapten Tendean No. 176, anak-anak muda berbagai komunitas menggelar Kongsi Mendadak 2, diisi diskusi dan pembacaan puisi-puisi Wiji Tukul, musikalisasi, bincang santai, pemutaran film dokumenter, dan lapak baca gratis. Mereka juga menggalang dana untuk para korban gempa di Lombok, Minggu (26/8) malam.

“Tukul terpilih sebagai salah satu dari lima penyair Indonesia yang puisi-puisinya dianggap memengaruhi semangat kebangsaan rakyat Indonesia. Ia sejajar dengan Chairil Anwar, Taufiq Ismail, dan W.S. Rendra. Tapi Tukul memang punya warna puitik yang lebih tegas dalam menyuarakan kenyataan keras dan menekan,” ungkap Iwan Kurniawan, penggagas acara ini.

Mereka yang hadir dalam kongsi ini menganggap bahwa sosok Wiji Tukul masih ada sampai saat ini dalam karyanya. Menurut mereka, Wiji Tukul merupakan salah satu tokoh penyair yang berani di zamannya, mengakibatkan dirinya harus hilang.

“Kita terinspirasi akan makna kebebasan, terlepas dari keberadaannya yang lenyap dan hilang entah kemana. Ia tetap ada dan terpotret dalam salah satu penggalan sajaknya “Aku memang masih utuh, dan kata-kata belum binasa”. Kita mengenalnya melalui puisinya, dalam stanza dan pilihan kata yang sederhana, namun sarat akan makna pergerakan,” bebernya.

Juaini, saksi hidup Wiji Tukul turut hadir dalam pertemuan ini. Laki-laki kelahiran 1967 ini mengaku terakhir bertemu Wiji Tukul pada tahun 1995 di kediamannya di Solo. Menurutnya, Tukul adalah sosok pemberani lantang menyuarakan puisi-puisinya.

“Saya bertemu dia itu hanya singkat, namun sangat terkesan. Tukul adalah orang yang sangat serius menjadi pejuang orang-orang kalangan bawah di Solo. Puisinya tidak dimetaforkan, bahasanya real sesuai dengan kenyataan, karena itu rumahnya itu penuh dengan buku,” kenangnya.

Pada bulan Mei 1998, dirinya sudah tak pernah menjumpai Tukul lagi. Wiji Tukul tiba-tiba menghilang, sampai saat ini tak ditemukan dimana dirinya berada. “Kini yang tertinggal hanya semangat menggelora dari sajak puisi-puisinya,” pungkasnya.

(Kar/Is)

Tinggalkan Balasan