Dampak Kecerdasan Buatan Pada Hakikat Kerja Manusia

Oleh: Faidi Ansori

KABARDAERAH.COM – Kecerdasan buatan merupakan suatu bidang ilmu pengetahun yang dilahirkan oleh anak zaman agar setiap manusia menjadi lebih mudah berinteraksi, berkomunikasi, dan membangun relasi antara satu dengan yang lain.

Dari hasil pemikiran manusia-manusia genius ini kemudian mampu membuat perubahan tersendiri bagi kehidupan masyarakat. Sementara ini buah dari anak zaman melalui kecerdasan atau artificial intelligence dapat membuahi produksi, seperti, mesin-mesin, komputer, dan lain-lain.

Kecerdasan buatan atau artificial intelligence merupakan output dari kecerdasan para ilmuan yang diperuntukkan untuk bisa membantu pekerjaan daripada manusia-manusia zaman modern dan posmodern.

Namun kecerdasan buatan tersebut mendapatkan banyak tanggapan dari pakar-pakar ilmu pengetahuan dunia tentang dampak-dampak yang kurang mampu memanfaatkan kerja manusia, hal semacam ini masih terdapat pro dan kontra dari kecerdasan buatan tersebut.

Kecerdasan buatan di era sekarang sudah banyak melampaui cara-cara sifat dan fungsi hakikat dari manusia itu sendiri. Kita bisa ambil contoh: browsing tugas kuliah saja sekarang sudah tidak harus bertanya kepada guru, ustad, ataupun dosen. Pelajar tinggal meng-klik Google yang dalam hitungan detik bisa memberikan jawaban.

Zaman sekarang kita tidak harus bertapa dengan membaca buku untuk menemukan pendapat para tokoh, karena bias lebih instan dengan mudah dan cepat mendapatkannya melalui (Google). Hal ini sungguh luar biasa. Dengan kecerdasan buatan yang ada, sehingga masyarakat kita menambah lebih mudah mengakses apapun yang di inginkan.

Selain dari itu, kecerdasan buatan tetap dipertahankan oleh banyak tokoh sebagai suatu difinisi yang pada intinya dengan melalui proses berfikir dari manusia untuk mendesain komputer, mesin, dan robot dengan cara menirukan manusia.

Seperti yang disebutkan diatas kecerdasan buatan juga mampu menawarkan solusi untuk manusia agar lebih memudahkan dalam melakukan dan bekerja dalam segala hal. Namun dibalik itu, ternyata justru sekarang ini tambah semakin terbalik dengan menjadikan manusia agar lebih malas untuk bekerja.

Setelah tahun demi tahun, kecerdasan buatan bekerja dan memproduksi banyak hal, para ilmuanpun meresa pesimis dengan praktek dari kecerdasan buatan yang sudah ada. Sejumlah pakar ilmuwan kecerdasan buatan berkata, “Ada kemungkinan 50:50 bahwa mesin-mesin akan mengalahkan manusia di semua aktivitas dalam rentang waktu 45 tahun ke depan atau pada pada 2026,” (Alexander Lumbantobing 03 Jun 2017, 15:00 WIB. liputan6.com).

Apakah ramalan ini akan terjadi?, itulah yang kan kita bahas kali ini.
Ungkapan diatas juga senalar dengan ungkapan ini “Yang saya takutkan adalah Al akan menggantikan manusia seluruhnya. Jika mereka merancang sebuah virus komputer, orang lain akan merancangnya lebih baik agar dapat mereplikasi dirinya sendiri.

Ini akan menjadi bentuk baru kehidupan mengungguli kehidupan manusia,” (Corry Anestia 09 Nov 2017, 03:20 WIB liputan6.com).

Di sisi lain, ada peringatakan bahaya kepada kita, bahwa suatu saat nanti sangat mungkin ada era dimana manusia akan teralienasi dengan tugasnya sebagai manusia untuk bekerja atas dirinya sendiri, dan beralih menjadi budak-budak kecerdasan buatan.

Kalau kemudian itu betul-betul terjadi, maka jangan heran jika robot ataupun mesin akan memperalat manusia untuk mencapai tujuannya. Ini sungguh menjadi refleksi bagi diri kita masing-masing agar bisa menghambat cara tersebut untuk mengalihfungsikan pekerjaan kecerdasan buatan pada manusia itu sendiri.

Maka dalam konteks ilmu sosiologi, apabila kita menemukan, kesenjangan interaksi maka pasti ada sebab dibalik kejadian-kajadian tersebut. Kita ambil contoh bagaimana ketika kita bersilaturahim, sekarang bisa dilakukan cukup dengan chat lewat WhatApps. Sungguh cara-cara yang demikian dapat mengikis budaya-budaya yang ada.

Bagaimana mungkin esensi dari silaturrahim itu akan maksimal, jika interaksi sosial yang sudah tertanam dibatasi oleh kecerdasan buatan manusia dan mengalienasikan manusia diruang-ruang dan fungsi mereka sendiri.

Jadi kecerdasan merupakan suatu hal yang keluar dari esensi cara manusia. Interaksi bisa di difinisikan sebagai proses di mana setiap manusia diharapkan mampu berkomunikasi dan juga saling mempengaruh dialam fikiran dan tindakan.

Artinya, interaksi sosial menjadi penghubung antar manusia satu dengan manusia lainnya. Namun, berbeda dengan zaman sekarang, setiap manusia sudah banyak dijajah dan diperbudak dari kecerdasan buatan manusia. Maka kecerdasan buatan akan menjadi bagian terbanyak dalam kehidupan manusia yang kemudian dibutuhkan dan tidak mau lepas dari budaya kecerdasan buatan yang ada.

Tidak perlu heran jika kedekatan kita bersama teman, keluarga, dan masyarakat bisa terasingkan, bahkan hilang disebabkan munculnya kecerdasan buatan. Diantara yang lain, kita dapat menemukan aktivitas permainan game Mobile Legend (ML) yang bisa membuat orang ketagihan dan waktu dibuang dengan siapa. Sebab kecerdasan manusia seperti ini dapat menghambat interaksinya dengan sesama, bahkan saat kita lagi aksik bermain game sampai berlaju berjam-jam. Komunikasi dan interaksi diantara kita sudah semakin terkikis dengan munculnya game-game.

Kejadian-kejadian diatas yang jelas cukup merugikan kerja manusia, sebab suatu system produksi kecerdasan buatan yang dibuat agar kerja manusia beralih ke mesin, maka ini senalar dengan apa yang dikatan oleh Karl Marx tentang system kapitalisme dengan borjuisnya. Dua sejoli ini mencoba menjauhkan manusia satu dengan manusia lainnya.

Marx juga memahami bahwa alienasi itu merupakan suatu sistem yang berusaha memisahkan antara manusia satu dengan yang lain. Dia juga menambahkan, seharusnya manusia mampu melihat dan merasakan apa yang dihasilkan dari tangannya sendiri. Hal ini sangat berhubungan dengan kacerdasan buatan yang banyak membuat manusia teralienasi.

Jadi kecerdasan buatan semakin membuat manusia lebih mudah, lebih mudahkan kreativitas dari manusia. Kalau dulu kita memasak nasi harus dengan mengumpulkan kayu dan menghidupinya dengan membenturkan batu satu pada batu yang lain, sekarang sudah cukup menggunakan rice cooker.

Maka dalam konteks ini, seharusnya teknologi yang berkembang bisa memudahkan dan membantu manusia. Namun justru terlihat terbalik dan dialihkan dengan kecerdasan buatan, sehingga manusia sendiri di peralat oleh kecerdasan buatan dalam kerja mereka.

Jadi kesimpulannya dari pengaruh kecerdasan buatan yang ada hingga sekarang justru malah tambah mengasingkan manusia dari fungsinya sebagai manusia. Keterasingan manusia dari perekjaan yang seharusnya mereka lakukan, tentu menjadi penyebab akan terbuangnya tenaga manusia.

Dengan ini kita harus bijak menghadapi dari kecerdasan buatan yang ada. Kebijaksanaan kita sebagai manuisa haruslah mampu memberikan pengaruh positif terhadap keberlanjutan mausia itu sendiri. Maka ada hal yang perlu dilakukan oleh manusia untuk mengadapi maraknya kecerdasan buatan ini yaitu dengan mamanfaatkan kecerdasan buatan dengan bijak agar kita tidak teralienasi olehnya.

*) Penulis adalah mahasiswa Sosiologi, FISIB, Universitas Trunojoyo Madura (UTM).
Email: [email protected]

Tinggalkan Balasan