Pesta Sudah Usai, Urus Kesejahteraan Rakyat Saja

JATIM, KABARDAERAH.COM- Opini– Indonesia baru saja menyelenggarakan pesta demokrasi akbar. Kenapa tidak, Karena Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 digelar secara serentak.

Ada yang mengklaim pemilu kali ini merupakan pesta yang paling bersejarah sepanjang perhelatan pesta demokrasi Indonesia. Sebab, pemilihan yang dilangsungkan pada 17 April lalu rakyat indonesia langsung mencoblos lima (5) kertas suara sekaligus.

Yaitu Calon Presiden (Capres) Wakil Presiden (Cawapres), Dewan Perwakikan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/kota.

Tak tanggung, terselenggaranya pemilu dengan aman dan lancar cukup mendapat apresiasi berbagai pihak, bahkan diklaim sebagai kesuksesan pesta lima (5) tahunan rakyat indonesia.

Sebaliknya, tudingan miring terhadap pelaksanaan pemilu 2019 bermunculan. Pastinya tak kalah menarik untuk diikuti. Apalagi pasca dilaksanakan pemilu mencuak pemberitaan banyak panitia penyelenggara pemilu jatuh sakit bahkan meninggal dunia. Sekitar 500 lebih orang meninggal dan ribuan yang jatuh sakit saat melaksanakan tugas pesta demokrasi tersebut.

Belakangan ini tak kalah menariknya isu Pople power. Hal ini ramai diperbincangkan baik di dunia maya (Medsos) maupun dunia nyata. Lagi- lagi isu ini menggelinding ke seluruh sentero nusantara, bisa jadi mendunia.

Bukan rahasia lagi bahwa Bangsa ini (Indonesia) bangsa yang besar, bangsa yang lahir dari semangat persatuan. Semangat itu mampu merebut kemerdekaan pada 1945 silam.

Menilik sejarah, Bumi Nusantara atau yang sering kita sebut dengan bumi Pertiwi ini, pernah berada dalam kejayaan yang luar biasa. Sebut saja era Sriwijaya dan Majapahit berkuasa. Namun, itu semua runtuh dan jatuh ke tangan penjajah dan sekutunya.

Banyak perlawanan digelorakan namun sia-sia. Ya, karena hal itu tidak dibarengi dengan semangat persatuan.

Munculnya deklarasi persatuan dari para pemuda Hindia Belanda (Nusantara) yang dikenang sebagai hari sumpah pemuda, menjadi bara api semangat baru untuk perjuangan yang berujung pada kemerdekaan di tahun 1945. Hindia Belanda pun menjadi Indonesia, serta membuat mata dunia berdecak kagum terhadap eksistensi Indonesia.

Mengingat runtuhnya kerajaan besar Nusantara semata-mata hanya konflik internal yang terjadi, baik Sriwijaya maupun Majapahit, jangan sampai pesta kali ini mengulang sejarah kelam. Karena perjuangan leluhur bangsa tak bisa ditukar dengan apapun.

Gagalnya gagasan Demokrasi Pancasila sebagai ideologi dunia yang sudah diujung tanduk, semata-mata pula karena konflik internal, akibat munculnya beberapa kubu di semua lini.

Menilik keadaan Bangsa hari ini, seakan sudah ada Blok-blok yang memicu konflik. Saling sindir antar kubu dipertontonkan. Dalih-dalih People Power, saling menghina dan membenci. Sedangkan ancaman yang nyata tidak terhiraukan (baca-Ancaman, Gatot N).

Seharusnya negara dan elit politik fokus untuk kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan menjadi yang terbaik dikancah dunia. Masih sibuk dengan CipKon -Cipta Kondisi- Stabilitas internal.

Mari berdemokrasi yang sehat, saling membangun dan berlomba-lomba untuk kebaikan Masyarakat dan negara. Hindari saling caci dan maki yang memicu provokasi rakyat.

Pesta sudah usai, jikapun ada masalah mari selesaikan secara bersama-sama sebagai suatu bangsa yang dibalut dengan Negara Kesatuan. Bersatu untuk menjadi bangsa pemenang dikancah Internasional.

Penulis:

Abdullah Sahuri
(Mahasiswa Stit Al-Ibrohimy Bangkalan)

Tinggalkan Balasan